Rabu, 17 Juli 2013

Warga Pangandaran Masih Trauma Tsunami



PANGANDARAN, (PRLM).- Masih teringat di benak Sumarno (55) akan peristiwa yang sepanjang hidupnya belum pernah dialami. Bahkan, dia tidak ingin kembali merasakan kejadian itu lagi. Bagi dia, apa yang terjadi pada Senin tanggal 17 Juli 2006 di Pangandaran tidak akan pernah dilupakannya. Selain anak keduanya yang baru berusia empat bulan meninggal, ketika itu juga terjadi peristiwa alam yang dahsyat.
“Saya masih trauma akan apa yang terjadi waktu itu. Saya benar-benar tidak menyangka kalau anak bungsu saya meninggal pada peristiwa yang sangat dahsyat itu,” ujarnya, Rabu (17/7/2013).
Pada 17 juli 2006 terjadi gempa yang mengakibatkan gelombang tsunami di selatan pantai Pangandaran. dari data Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi dan Geofisika (PGN BMG), gempa bumi terjadi pada pukul 15.19 WIB dengan kekuatan 6,8 Skala Richter (SR). Pusat gempa tektonik pada kedalaman kurang dari 30 kilometer di titik 9,4 Lintang Selatan, dan 107,2 Bujur Timur. Pusat gempa tepatnya berada di sebelah selatan Pameungpeuk dengan jarak sekitar 150 kilometer, dan merupakan zona pertemuan dua lempeng benua Indo-Australia dan Eurasia pada kedalaman kurang dari 30 kilometer.
Gempa bumi yang menyebabkan gelombang tsunami itu pun menerjang pantai selatan Jawa Barat seperti Cilauteureun, Kabupaten Garut, Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya, Pangandaran, pantai selatan Cianjur dan Sukabumi. Ratusan orang meninggal pada bencana itu, juga mengalami cedera. Puluhan orang hilang. Kemudian, ratusan rumah di sepanjang pantai Karapyak, Kalipucang, Parigi, Cipatujah, hancur.
Demikian juga kediaman Sumarno. Dia yang bersama istri dan dua orang anaknya yang tinggal di Dusun Padasuka, Desa Wonoharjo, Kecamatan Pangandaran rata dengan tanah. Walau telah tujuh tahun berlalu, Sumarno masih terus membayangkan peristiwa itu. Bahkan, untuk menceritakan kejadian tersebut dirinya harus mengumpulkan kekuatan.
Sekitar pukul 14.00 WIB, setiap harinya dia selalu naik ke pohon kelapa untuk nyadap. Lokasinya pun berjarak sekitar 300 meter dari kediamannya. Ketika berada di atas pohon kelapa tepatnya sekitar pukul 15.19 WIB, dirinya merasakan gempa yang sangat dahsyat. Sontak dirinya pun panik.
“Saya langsung memegang erat ke pohon, suaranya sangat keras dan bergemuruh. Awalnya mengira TNI atau Polri sedang latihan perang. Namun rupanya itu gempa. Ketika gempa selesai dan hendak turun, saya melihat air laut menjadi hitam dan ada gelombang tinggi. Yang asalnya saya turun perlahan, langsung lomat dari ketinggian dua meter dan berlari dengan cepat,” jelasnya.
Ketika sedang berlari ke arah Cikembulan, dirinya melihat gelombang ombak setinggi lebih dari lima meter dengan cepat menghampiri daratan. Hanya dalam hitungan detik, puluhan bangunan rumah dan kafe yang ada di dekat dia tersapu oleh ombak. Rupanya, ketika berusaha menyelamatkan diri, dirinya teringat kalau istri dan dua orang anaknya masih ada di rumah. Namun, upayanya itu tidak berhasil. Sebab, jalan menuju kediamannya sudah terendam air laut.
Setibanya di posko pengungsian, dirinya hanya dapat menemukan istrinya Anisa (45) dan anak pertamanya Tursini (10) yang ketika itu berusia tiga tahun. “Aris terlepas dari genggaman istri yang saat itu digendongnya karena terhantam ombak,” ucapnya.
Sedangkan Tursini dari cerita istrinya terselamatkan oleh selokan. Ketika itu Tursini sedang bermain di selokan. Saat ombak datang, dia selamat dari terjangan. Saat ini, dirinya tinggal di Desa Babakan, Kecamatan Pangandaran. Namun, dirinya masih bermata pencaharian membuat gula kelapa di tempat terdahulunya. “Sampai sekarang saya masih was-was. Setiap ada hujan deras, angin kencang saya selalu ketakutan. Berharap tidak akan terjadi lagi kejadian seperti dahulu,” ujarnya.
Dari pantauan, di Jalan Pamugaran masih terdapat puing-puing bangunan yang hancur tersapu gelombang tsunami. Oleh pemiliknya, ada yang dibiarkan. Begitupun di Pantai Barat. Bangunan yang dahulunya Hotel Pananjung Sari pun hingga kini terbengkalai. Atapnya berlubang, dan temboknya pun rusak. 

Sumber dari  : Pikiran Rakyat
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar